1 Pinjaman Bisnis Startup Tanpa Agunan 1
Bisnis

Mengenal Pajak Korporasi dan Penerapannya di Indonesia

Bagi sebagian orang mendengar kata pajak saja sudah membuat kepala pusing tujuh keliling karena langsung terbayang rumus perhitungan yang super ribet. Apakah Anda salah satunya?

Kalau iya, tenang saja! Artikel ini akan mengajak Anda menyelami dunia pajak khususnya pajak korporat dengan bahasa yang mudah dipahami. Dengan begitu, sebagai seorang pengusaha, Anda bisa lebih paham mengenai dunia perpajakan dalam bisnis. 

Tak perlu berlama-lama lagi, yuk, simak info lengkap mengenai pajak korporasi, mulai dari pengertian, jenis, hingga rumus perhitungannya di artikel ini.

Apa itu Pajak Korporasi?

Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Isi UU di atas secara jelas menyatakan bahwa pajak tidak hanya dikenakan kepada orang pribadi tetapi juga untuk korporasi. 

Sebenarnya, apa itu pajak korporasi atau yang dikenal juga pajak badan?

Secara umum, pajak korporasi adalah pajak yang wajib dibayarkan oleh suatu perusahaan atau organisasi yang melakukan usaha atau tidak melakukan usaha, contohnya Perusahaan Terbuka (PT), Perseroan Komanditer, BUMN atau BUMD yang dapat berbentuk firma, koperasi, yayasan, maupun organisasi.

Nantinya, uang yang ditarik dari pajak ini akan digunakan negara untuk membiayai berbagai program dan kegiatan pemerintah. Itulah mengapa pajak korporasi dianggap sangat penting untuk mempertahankan eksistensi perekonomian sebuah negara.

Jenis-jenis Pajak Korporasi di Indonesia

Terdapat beberapa jenis pajak yang wajib dilaporkan dan disetorkan oleh wajib pajak badan, baik yang berupa PT, CV, firma, ataupun lainnya, yaitu:

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

Pasal ini mengatur pengenaan pajak pada karyawan sebuah perusahaan. Biasanya, perusahaan akan langsung memotong pajak dari gaji karyawan. 

Lebih lanjut, di pasal 21 ini dikenakan kepada karyawan atas upah, gaji, tunjangan, bonus, dan lain sebagainya. Besar potongan yang dikenakan antara satu karyawan dengan karyawan pun berbeda-beda karena menyesuaikan besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) masing-masing karyawan. 

2. Pajak Penghasilan Pasal 22

Berdasarkan pasal 22, pajak ini dibebankan kepada perusahaan yang melakukan aktivitas ekspor atau impor barang mewah. 

Syarat pengenaan pajak ini, yaitu aktivitas ekspor dan impor yang dilakukan dapat memberikan keuntungan bagi dua pihak yang bertransaksi. 

3. Pajak Penghasilan Pasal 23

Berdasarkan pasal 23, pajak ini dikenakan pada wajib pajak ketika terjadi transaksi atau aktivitas-aktivitas, seperti:

  • Pembagian dividen atas saham perusahaan kepada pemegang saham. 
  • Royalti yang dibayarkan atas suatu karya. 
  • Membayar bunga pinjaman. 
  • Membayar bonus, hadiah, ataupun penghargaan. 
  • Membayar jasa konsultan sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.
  • Pembayaran atas sewa tanah, bangunan, maupun pemakaian aset dalam bentuk lainnya. 

4. Pajak Penghasilan Pasal 25

Selanjutnya, pasal 25 mengatur tentang jenis pajak perusahaan yang berupa angsuran atas pajak terutang. Hal ini mengacu pada total SPT tahunan Pajak Penghasilan yang sudah dikurang potongan PPh, termasuk di dalamnya PPh di luar negeri yang terutang maupun yang sudah dibayar dan boleh dikreditkan. 

5. Pajak Penghasilan Pasal 26

Pajak ini dibebankan pada wajib pajak di luar negeri ketika melakukan transaksi pembayaran bunga, royalti, dividen, gaji, atau transaksi serupa. 

Dengan demikian, Anda harus memotong nilai transaksi yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam PPh Pasal 26, yaitu 20%. Namun, apabila mengacu pada P3B, maka tarif yang harus dibayarkan jumlahnya dapat berubah-ubah.

6. Pajak Penghasilan Pasal 29

Pajak ini akan muncul dalam SPT Tahunan badan sebagai pajak kurang bayar. Umumnya, pajak ini akan muncul apabila total pajak terutang badan dalam setahun lebih besar dari jumlah pajak yang sudah disetorkan. 

7. Pajak Penghasilan Pasal 15

Pajak ini dikenakan pada pajak penghasilan yang diterima oleh wajib pajak badan tertentu. Misalnya, perusahaan asing, penerbangan internasional, asuransi luar negeri, juga usaha investasi bangunan bersifat guna-serah.

8. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2

Pajak ini dikenal juga dengan pajak final, yaitu pajak yang dikenakan atas beberapa jenis penghasilan yang diperoleh serta pemotongannya bersifat final. Soal tarif, PPh ini memiliki aturan berbeda-beda karena menyesuaikan penghasilan masing-masing perusahaan. 

9. Pajak Pertambahan Nilai (PPn)

Pajak ini dikenakan pada barang yang mengalami pertambahan nilai saat berpindah tangan dari produsen ke konsumen. Perusahaan yang melakukan transaksi penjualan barang atau jasa kena pajak, maka harus menerbitkan faktur sebagai bukti sah pemungutan PPn. 

Soal tarifnya, untuk transaksi jual-beli dan impor akan dikenakan PPn sebesar 10%. Sementara untuk aktivitas ekspor, PPn yang dikenakan sebesar 0%.

Mengenal Pajak Korporasi dan Penerapannya di Indonesia

Berapa Besaran Pajak Korporasi di Indonesia?

Besaran pajak korporasi di Indonesia sempat mengalami perubahan beberapa kali. Kabar baiknya, perubahan tersebut mengarah ke penurunan.

Melansir dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, tarif pajak penghasilan badan atau korporasi di tahun 2019 ke bawah sebesar 25% dari penghasilan kena pajak. Kemudian, penurunan kembali terjadi pada tahun 2020 dan 2021 menjadi 22%. Dan yang terbaru, besaran pajak korporasi di tahun 2022 menjadi 20%. 

Sementara bagi wajib pajak korporasi berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk) berhak membayar pajak lebih rendah 3%, yaitu hanya 17% mulai tahun 2023. Akan tetapi, penurunan tersebut hanya bisa didapatkan oleh Perseroan Terbuka yang memenuhi syarat berikut:

  1. Saham setidaknya dikuasai oleh 300 pihak.
  2. Tiap pihak dalam Perseroan Terbuka tidak boleh menguasai saham lebih dari atau sama dengan 5% dari keseluruhan saham yang diperdagangkan dan disetor penuh.
  3. Saham yang diperdagangkan dan disetor pada bursa efek wajib dipenuhi dalam kurun waktu paling sedikit 183 hari selama jangka waktu 1 tahun pajak.
  4. Membuat laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). 

Bagaimana Cara Menghitung Pajak Penghasilan Korporasi di Indonesia?

Mengingat Indonesia merupakan negara yang menganut self-assessment, maka Anda harus bisa menghitung sendiri besaran pajak badan yang harus dibayar nanti. 

Berikut cara menghitung PPh Badan terutang yang bisa Anda ikuti:

Ada beberapa hal atau langkah yang harus dilakukan oleh wajib pajak badan agar bisa mengetahui besarnya PPh yang harus dibayarkan.

1. Membuat Pembukuan

Langkah yang satu ini merujuk pada UU KUP Pasal 28 ayat 1 yang menegaskan bahwa wajib pajak badan wajib menyelenggarakan pembukuan. Nantinya, dari pembukuan yang telah dilakukan akan diperoleh hasil perhitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) wajib pajak badan. 

2. Menghitung Penghasilan Kena Pajak

Untuk mengetahui nominal penghasilan kena pajak dari wajib pajak badan, Anda bisa lakukan dengan cara mengurangkan jumlah penghasilan neto fiskal dengan kompensasi kerugian fiskal. 

Apa itu penghasilan neto fiskal? Singkatnya, penghasilan ini adalah penghasilan bersih yang diperoleh wajib pajak dalam negeri dari hasil aktivitas usaha ataupun bukan. Penghasilan tersebut sudah disesuaikan dengan kebijakan fiskal berdasarkan ketentuan perpajakan. 

Sementara kompensasi kerugian finansial adalah jumlah kerugian yang ditanggung oleh badan terkait. 

3. Peredaran Bruto

Sederhananya, peredaran bruto adalah total keseluruhan penghasilan yang diperoleh wajib pajak badan. Apabila wajib pajak melakukan pembukuan sebagaimana mestinya, maka perhitungan PKP akan lebih mudah karena dapat merujuk dari pembukuan tersebut. 

Untuk menghitung tarif pajak penghasilan, peredaran bruto dibagi menjadi tiga, yaitu:

  • Peredaran bruto kurang dari 4,8 miliar
  • Peredaran bruto antara 4,8 sampai 50 miliar
  • Peredaran bruto lebih dari 50 miliar

Sementara untuk rumus serta contoh perhitungannya bisa kamu simak pada poin di bawah.

Apa Rumus untuk Menentukan Tarif Pajak Korporasi?

Seperti yang telah sedikit disinggung di atas, untuk menghitung tarif pajak penghasilan, peredaran bruto dibagi menjadi tiga, berikut rumus perhitungannya:

1. Peredaran bruto kurang dari 4,8 miliar

Wajib pajak yang memiliki peredaran bruto kurang dari atau sama dengan 4,8 miliar akan mendapatkan pengurangan tarif 50% dari PKP peredaran bruto. 

Maka dari itu, rumus penentuan tarif pajaknya menjadi (50% x 20% (tarif PPh badan per tahun 2022) x Penghasilan Kena Pajak)

Contoh soal:

PT Dirgantara pada tahun 2023 memiliki peredaran bruto sebesar Rp4,6 miliar. Sementara jumlah penghasilan kena pajaknya Rp700 juta. Maka:

PPh Badan terutang = 50% x 20% x Rp700 juta = Rp70.000.000.

2. Peredaran bruto antara 4,8 sampai 50 miliar

Perhitungan PPh badan terutang yang memiliki peredaran bruto antara 4,8 sampai 50 miliar dapat dihitung dengan rumus [(50% x 25%) x PKP memperoleh fasilitas] + (25% x PKP tidak memperoleh fasilitas).

Contoh soal:

PT Dirgantara pada tahun 2023 peredaran brutonya Rp30 miliar, maka perhitungan PKP yang mendapatkan fasilitasnya menjadi:

(Rp4.800.000.000 : Rp30.000.000.000) x Rp3.000.000.000 = Rp480.000.000

Kemudian, jumlah PKP dari bagian peredaran bruto dan tidak mendapatkan fasilitasnya menjadi Rp3.000.000.000 – Rp480.000.000 = Rp.2.520.000.000

  • PPh badan terutang = [(50% x 25%) x PKP memperoleh fasilitas] + (25% x PKP tidak memperoleh fasilitas)
  • PPh badan terutang = [(50% x 25%) x Rp480.000.000] + (25% x Rp2.520.000.000)
  • PPh badan terutang = Rp60.000.000 + Rp630.000.000
  • Jumlah PPh badan terutang = Rp690.000.000.

3. Peredaran bruto  lebih dari 50 miliar

Peredaran bruto lebih dari 50 miliar tidak memperoleh fasilitas pengurangan. Maka dari itu, perhitungan PPh badan terutang langsung menggunakan perkalian PKP dengan tarif sebesar 20%. 

Contoh soal:

PT Dirgantara pada tahun 2023 mencatatkan peredaran bruto sebesar Rp80 miliar. Maka:

PPh badan terutang = 20% x Rp80.000.000.000 = Rp16 miliar. 

Perusahaan Apa yang Dikecualikan dari Pajak Penghasilan?

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pajak Penghasilan pasal 3 ayat 1, subjek pajak yang dikecualikan dari pajak penghasilan, yaitu: 

  1. Kantor perwakilan negara asing di Indonesia.
  2. Organisasi-organisasi Internasional dengan syarat Indonesia menjadi anggota dari organisasi tersebut dan organisasi tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari pada anggota. 

Berapa Tarif Pajak untuk Ekspatriat di Indonesia?

Dewasa ini, tak sedikit perusahaan di Indonesia yang merekrut tenaga kerja asing untuk membantu perusahaan mencapai tujuan bisnisnya. Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal sementara di Indonesia untuk tujuan tersebut disebut juga dengan ekspatriat. 

Layaknya Warga Negara Indonesia (WNI), mereka juga wajib membayar pajak di Indonesia yang mana sesuai Undang-Undang tarif pajak untuk ekspatriat di Indonesia sama dengan tarif pajak bagi WNI. Berikut rinciannya:

  1. Penghasilan kena pajak hingga Rp50 juta akan dikenakan pajak sebesar 5%. 
  2. Penghasilan kena pajak di atas Rp50 juta hingga Rp250 juta akan dikenakan pajak sebesar 15%. 
  3. Penghasilan kena pajak di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta akan dikenakan pajak sebesar 25%.
  4. Penghasilan kena pajak di atas RP500 juta akan dikenakan pajak sebesar 30%.

Lalu, Bagaimana Cara Menghitung Pajak Penghasilan Karyawan di Indonesia?

Selain perusahaan, karyawan juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak. Biasanya, pembayaran pajak ini dilakukan dengan cara memotong penghasilan sesuai dengan PPh Pasal 21 dan menyetorkan ke kas negara.

Bagi yang belum familiar dengan PPh Pasal 21, peraturan ini mengatur tentang pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi.

Penghasilan yang dimaksud dapat berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perhitungan PPh 21 karyawan tetap di Indonesia, di antaranya: 

1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP merupakan penghasilan wajib pajak yang tidak dikenai PPh 21 atau dikecualikan. Fungsi PTKP dalam perhitungan pajak adalah sebagai pengurangan yang dapat memperkecil penghasilan sebelum dikenakan tarif pajak. 

Berikut adalah ketentuan PTKP terbaru berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 101/PMK.010/2016:

  • Wajib pajak sendiri Rp54.000.000.
  • Wajib pajak kawin, ditambah Rp4.500.000.
  • Wajib pajak yang memiliki tanggungan keluarga sedarah satu garis keturunan, semenda, atau anak angkat, di tambah Rp4.500.000. Maksimal 3 orang tanggungan.
  • Jika penghasilan suami dan istri digabung, maka PTKP wajib pajak kawin ditambah Rp54.000.000.

Supaya lebih mudah, Anda juga bisa mencari tahu rincian PTKP yang saat ini berlaku melalui tabel di bawah ini:

TanggunganPTKP wajib pajak tidak kawinPTKP wajib pajak kawinPTKP penghasilan suami-istri digabung
0TK/054.000.000K/058.500.000K/I/0112.500.000
1 orangTK/158.500.000K/163.000.000K/I/1117.000.000
2 orangTK/263.000.000K/267.500.000K/I/2121.500.000
3 orangTK/367.500.000K/372.000.000K/I/3126.000.000

2. Tarif PPh 21

Tarif PPh merupakan tarif progresif. Artinya, besaran tarif mengikuti besaran penghasilan. Berikut adalah rincian tarif pajak penghasilan yang telah dikelompokkan berdasarkan pendapatan tahunan karyawan:

  • Karyawan dengan penghasilan sampai dengan Rp60.000.000 dikenakan tarif PPh 21 sebesar 5%.
  • Karyawan dengan penghasilan di atas Rp60.000.000 sampai dengan Rp250.000.000 akan dikenakan tarif PPh 21 sebesar 15%.
  • Karyawan dengan penghasilan di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000 akan dikenakan tarif PPh sebesar 25%.
  • Karyawan dengan penghasilan di atas Rp500.000.000 sampai dengan Rp5.000.000.00 dikenakan tarif PPh sebesar 30%.
  • Karyawan dengan penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif PPh sebesar 35%.

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

NPWP sangat penting dan berpengaruh dalam perhitungan PPPh 21. Karyawan yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak 20% dari tarif yang berlaku. 

Sementara pekerja asing (WNA) yang memiliki NPWP akan diperlakukan sebagai subjek pajak dalam negeri dan dikenakan PPh 21. Berbeda dengan ekspatriat atau WNA yang bekerja di Indonesia tetapi tidak memiliki NPWP dan bekerja kurang dari 183 hari akan dikenakan pajak berdasarkan perhitungan PPh 26.

Menghitung Penghasilan Karyawan Tetap

Untuk menghitung pajak penghasilan karyawan tetap, berikut langkah-langkahnya:

1. Menghitung Penghasilan Bruto

Penghasilan bruto adalah total pendapatan yang diperoleh seorang karyawan, seperti gaji, tunjangan, lembur karyawan, bonus, maupun tunjangan hari raya keagamaan. 

Berikut perhitungannya:

Penghasilan bruto = gaji + tunjangan + lembur + THR + pendapatan lain-lain

2. Menghitung Biaya Jabatan

Biaya jabatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikurangkan dari penghasilan setiap karyawan tetap tanpa memandang jabatan. 

Besaran biaya ini adalah 5% dari penghasilan bruto, paling banyak Rp6.000.000 setahun atau Rp500.000 sebulan. Lebih jelasnya, berikut rumus menghitung biaya jabatan:

Biaya jabatan = 5% x penghasilan bruto

3. Penghasilan Neto

Penghasilan neto adalah penghasilan bruto setelah dikurangi biaya jabatan, iuran pensiun atau jaminan hari tua yang dibayar karyawan (jika ada). 

Berdasarkan PPh 21, penghasilan neto yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan karyawan harus disetahunkan atau dikalikan 12. Sebab, penghasilan neto bukanlah penghasilan yang langsung dikenakan pajak, melainkan harus dikurangi PTKP lebih dulu. Berikut rumus menghitung penghasilan neto:

Penghasilan neto = Penghasilan bruto – (biaya jabatan + iuran pensiun/hari tua)

4. Penghasilan Kena Pajak (PKP)

PKP adalah penghasilan neto yang dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Besaran PTKP ditetapkan sebesar Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Lebih lanjut, berikut besaran PTKP yang berlaku untuk menghitung PPh:

  • Rp 54 juta untuk wajib pajak berstatus lajang
  • Rp 4,5 juta tambahan untuk wajib pajak status kawin
  • Rp 54 juta tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan suami
  • Rp 4,5 juta tambahan untuk setiap anggota sedarah, dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan. Paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
PKP = Penghasilan neto – PTKP

5. Kalikan dengan Tarif PPh

Setelah nominal PKP diketahui, kalikan dengan tarif PPh sesuai UU PPh Pasal 17. Berikut ketentuannya:

  • PKP sampai dengan Rp 50 juta = 5%
  • PKP di atas Rp 50 juta – Rp 250 juta = 15%
  • PKP di atas Rp 250 juta – Rp 500 juta = 25%
  • PKP di atas Rp 500 juta = 30%.

Hasil perkalian dari presentase tarif progresif PPh di atas nantinya akan menjadi tarif pajak yang harus dibayarkan karyawan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

Namun, penting bagi karyawan untuk mengetahui apakah pembayaran pajak ini ditanggung oleh perusahaan atau tidak. Sebab, tidak semua perusahaan langsung memotong pajak dari gaji bulanan karyawan. Terdapat tiga metode untuk menghitung potongan pajak PPh 21 karyawan tetap yang diperbolehkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI, yaitu

  • Gross, untuk perusahaan yang tidak menanggung PPh 21 karyawan. Artinya, gaji yang diterima karyawan setiap bulannya belum termasuk potongan pajak penghasilan. 
  • Gross up, untuk perusahaan yang memberikan tunjangan PPh 21 sebesar pajak yang dipotong. Perhitungan PPh 21 dengan metode ini terbilang lebih rumit karena metode perhitungannya didasarkan pada jumlah tunjangan yang sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan. 
  • Nett, untuk perusahaan yang menanggung PPh 21 karyawan. 

Berikut adalah contoh perhitungan PPh 21 dengan menggunakan ketiga metode di atas. 

JenisGrossGross UpNett
Gaji
Tunjangan jabatan
Tunjangan PPh 21
8.000.000
1.000.000
0
8.000.000
1.000.000
160.000
8.000.000
1.000.000
0
Penghasilan bruto9.000.0009.160.0009.000.000
Dikurangi:
Biaya jabatan 5%
Iuran pensiun
500.000
50.000
500.000
50.000
500.000
50.000
Penghasilan neto8.450.0008.610.0008.450.000
Penghasilan neto setahun101.400.000103.320.0000101.400.000
Dikurangi:
PTKP K/1
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
63.000.000
38.400.000
63.000.000
40.320.000
63.000.000
38.400.000
PPh 21 terutang setahun
5% x PKP
1.920.0002.016.0001.920.000
PPh 21 dipotong sebulan
PPh 21 terutang setahun : 12
160160160
Gaji bersih diterima karyawan8.840.0009.000.0009.000.000

Negara Mana yang Memiliki Pajak Korporasi Tertinggi?

Meskipun Indonesia menerapkan pajak korporasi yang cukup tinggi, yaitu sebesar 17% dan 20%, kenyataannya Indonesia bukan negara yang menerapkan persentase pajak korporasi tertinggi, lho. 

Melansir dari Investopedia, negara dengan tingkat pajak korporasi di dunia adalah Uni Emirat Arab. Perusahaan-perusahaan di negara tersebut dikenai pajak korporasi sebesar 55%. Wah, besar juga, ya, pajak yang harus dibayar! Kira-kira kenapa, ya?

Hanya perusahaan tertentu saja yang diharuskan membayar pajak korporasi 55% di Uni Emirat Arab, yaitu untuk perusahaan minyak dan gas serta anak perusahaan asing yang biasanya memiliki pendapatan lebih dari 5.000.000 dirham. Hal ini disebabkan karena negara ini membagi golongan pajak berdasarkan pendapatan baik untuk individu maupun bisnis. 

Berikut besaran pajak yang harus dibayarkan individu maupun bisnis di Uni Emirat Arab:

  1. Pendapatan kurang dari 1.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 0%.
  2. Pendapatan lebih dari 1.000.000 dirham dan kurang dari 2.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 10%. 
  3. Pendapatan kurang dari 2.000.000 dirham dan lebih dari 3.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 20%.
  4. Pendapatan kurang dari 3.000.000 dirham dan lebih dari 4.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 30%. 
  5. Pendapatan kurang dari 4.000.000 dirham dan lebih dari 5.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 40%
  6. Pendapatan lebih dari 5.000.000 dirham akan dikenakan pajak sebesar 55%.
  7. Keuntungan yang diperoleh oleh cabang-cabang bank asing akan dikenakan pajak sebesar 20%.
  8. Semua perusahaan di Uni Emirat Arab akan dikenakan pajak sebesar 10% dari jumlah tahunan sewa kantor dan gudang, serta 5% dari jumlah tahunan yang dibayarkan perusahaan untuk akomodasi karyawan. 

Meskipun tercatat sebagai negara dengan tarif pajak perusahaan tertinggi, negara ini justru dianggap lebih ramah terhadap bisnis, lho. Sebab, menurut Investopedia, Uni Emirat Arab berada pada peringkat ke-31 negara dengan ekonomi terbesar di dunia berdasarkan Pendapatan Domestik Brutonya. 

Lihat juga video tutorial dari dunia finansial dan bisnis dari Jack disini.

Selain itu, Uni Emirat Arab juga masuk dalam daftar 10 negara terkaya di dunia yang mana membuat negara ini dianggap sebagai negara terbaik di dunia untuk urusan bisnis.

Gunakan Jack untuk kebutuhan bisnis Anda

itsjack.com

Tiba juga kita di penghujung artikel tentang pajak badan ini. Semoga informasi di atas bermanfaat bagi Anda khususnya untuk senantiasa membayar pajak tepat waktu, ya!

Daftar Software Otomatisasi Hutang Piutang Terbaik

Previous article

Apa Saja KPI yang Menentukan Kesuksesan Bisnis?

Next article

You may also like